
Ada beberapa versi legenda yang menceritakan asal-usul Sigale-gale. Salah satu legenda yang paling populer mengisahkan tentang Raja Rahat, penguasa Samosir, yang sangat berduka atas kematian putra tunggalnya, Manggale, dalam sebuah pertempuran. Karena kesedihan yang mendalam, Raja Rahat jatuh sakit. Untuk menyembuhkannya, seorang dukun wanita menyarankan agar dibuatkan patung kayu yang sangat mirip dengan Manggale.
Setelah patung selesai dibuat, sebuah ritual dilakukan untuk memanggil roh Manggale dan diiringi dengan musik Gondang. Patung tersebut kemudian menari dengan lemah gemulai, seperti hidup kembali, sehingga dapat menghibur Raja Rahat dan berangsur-angsur memulihkan kesehatannya. Dari sinilah nama Sigale-gale berasal, dari kata "gale" dalam bahasa Batak Toba yang berarti lemah gemulai, lesu, atau lunglai.
Ada juga versi legenda lain yang menceritakan bahwa patung Sigale-gale dibuat untuk orang yang meninggal tanpa memiliki anak. Patung ini dibuat agar arwahnya tidak tersiksa karena tidak ada keturunan yang akan mengadakan upacara kematiannya.
Fungsi dan Makna Sigale-gale
Secara tradisional, Sigale-gale berfungsi sebagai bagian dari ritual penguburan masyarakat Batak di Samosir. Patung ini diyakini sebagai media untuk menghormati dan menghibur roh orang yang meninggal. Dahulu, patung ini bahkan dipercaya digerakkan oleh roh atau kekuatan mistis. Namun, seiring berjalannya waktu dan masuknya agama, fungsi Sigale-gale bergeser dari ritual kematian menjadi warisan budaya dan hiburan.
Saat ini, Sigale-gale digerakkan oleh seorang dalang menggunakan tali-tali rumit yang terhubung ke bagian-bagian tubuh patung, seperti kepala, leher, lengan, dan tangan. Gerakan patung ini diiringi dengan musik tradisional Gondang dan tarian Tortor yang khas. Pertunjukan Sigale-gale kini menjadi daya tarik utama bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Samosir. Pertunjukan ini tidak hanya memukau, tetapi juga menjadi media edukasi untuk melestarikan dan memperkenalkan kekayaan budaya Batak kepada dunia.